Dewasa ini, kita telah digegerkan dengan
merebaknya paham paham radikalis yang sedikit ke sedikit membawa bangsa ini mengalami kemerosotan
secara terus menerus. Memang tak bisa dipungkiri, paham radikal ini telah mampu eksis menyusupi tempat
tempat yang cukup strategis, semisal kampus-kampus sampai
ke pemerintahan.
Tak bisa dielakkan pula, eksistensi munculnya ketegangan
ektrimisme para radikalis nyatanya tidak melulu dari pelajar atau tokoh tokoh
elintis. Paham
radikal ini juga telah menyusupi kalangan orang awam untuk bertindak sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh kelompok tertentu. Alhasil, aksi terorisme pun
akan sulit diredam mengingat bahwa penyebar dari aksi teroris di nusantara
adalah orang pribumi sendiri.
Kendati demikian, pemerintah telah
membentuk Badan Nasioanal Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bertugas untuk
memberantas adanya aksi terorisme di Nusantara. Tahun 2018, telah kita ketahui bersama tentang
kembalinya organisasi HTI dan JAD yang membuat resah masyarakat sosial.
Contoh kasus organisasi yang melanggar UUD
tersebut harus diwaspadai secara inten. Pasalnya, organisasi tersebut tentu akan bertentangan dengan falsafah negara yang
menjadi ideologi Negara saat ini. Jika hal ini tidak ditanggulangi secara inten, tentu Indonesia yang
demokratis pun lambat laun akan terkikis
keberadaanya. Memang aksi radikal telah
menjadi bayang
bayang yang mengerikan di dinamika dikalangan
pemuda elintis. Pasalnya, pemuda khususnya mahasiswa merupakan penerus bangsa yang memiliki paradigma serta pola
pikir yang tergolong bebas.
Adanya terrorisme ini, tentu tak luput dari
adanya paham paham radikal yang menjadi akar problematika bangsa, dimana aksi
terorisme di kampus ini terjadi lantaran kurangnya pengawasan secara inten oleh
para ahli dan guru dalam menjaga anak didiknya ketika melakukan sebuah
pergerakan yang sistematik. Bahkan,
terpisah dari itu semua, dosen atau tenaga pengajar di Kampus juga membawa
paham radikalis yang disusupi ke anak didiknya sehingga membuat pradigma pelajar awam cenderung berubah bengis dan menjadi salah
kaprah.
Namun jika melihat terhadap fakta yang ada, hal itujarang adanya, mengingat bahwa tenaga
pengajar merupakan orang telah memiliki keyakinan yang mantap dan
pemahaman yang begitu kuat, sehingga paham radikal akan lumayan susah untuk mengubah dogma akal terhadap
tenaga pengajar tersebut.
Paham radikalisme ini terjadi sebab wawasan yang didapat oleh
para pelajar itu kurang kritis
(dangkal) -dirinya hanya berpaku pada satu konteks dan
satu teori, sehingga yang terjadi adalah
ia merasa
orang yang paling benar dalam mendalami sebuah doktrinan dan menganggap
semuanya adalah fiktif belaka yang harus segera dimusnahklan. Bahkan tak jarang, para
penganut selain ajaran yang ia bawa ia klaim sesat, neraka, bahkan kafir.
Apabila hal itu telah merebak ke seluruh tempat di Indonesia, maka jelas yang akan
terjadi adalah kurangnya rasa saling menghargai, cinta
mencintai dan saling menghormati antar umat. Bahkan lebih parah lagi, akan banyak ditemui aksi kriminalitas, intimidasi dan teror yang mengancam dinamika masyarakat secara umum.
Dimana mereka berpikir bahwa mereka telah
melakukan jihad yang mengatasnamakan agama sebagai benteng syar'i adanya penolakan dari agama atau pun golongan
lainnya. Padahal, jelas bawa seluruh agama di dunia ini pasti bertujuan untuk
berdamai dengan golongan atau agama lainnya,.
Maka dalam hal itu, perlu adanya
sebuah regulasi dan inovasi yang efisien untuk
memberikan penyadaran secara bertahap terhadap orang yang telah terjangkit
dengan paham paham radikalis, pemerintah harus secara tegas memberikan sangsi
terhadap para teroris agar bangsa ini tetap teguh pada ideologi bangsa dan tetap respect antar umat beragama.
Sedangkan untuk kaum pelajar, maka urgensi
pendidikan multikultural merupakan wacana efektif dalam menanggulangi adanya paham
radikalisme di Indonesia, mereka perlu disinyalir dan dididik untuk bisa saling menghargai dan
saling menghormati meskipun berbeda agama, ras dan budaya.
Penulis merupakan pemimpin redaksi Majalah Kharisma Edisi 29-30
tak bisa di pungkiri bahwa terorisme sering kali berada dibalik jubah ikhwah islamiyah di indonesia
BalasHapusSeperti tak ada bedanya
BalasHapus