Tahun 2016 lalu, kita telah dikejutkan dengan munculnya
isu-isu para distruktor di pelbagai penjuru dunia. Tak hanya berkedok sebagai
teroris. Nama islam pun diperebutkan untuk menggencarkan aksi liciknya dalam
meneguhkan reliasi mereka dan mentolak mundur objek yang menjadi sasarannya.
Aksi ini sempat viral dalam jangka panjang dan menjadi sebuah sorotan oleh
seluruh dinamika masyarakat dunia maupun media-media yang berefloresen seiring
bertambahnya teknologi mutakhir.
Kemudian, hal ini pun membuat bangsa Indonesia yang
mayoritas penduduknya menganut agama islam tentu merespon lekas terhadap
perihal –perihal para teroris yang berkedok di dalam jubah islamiyah, dengan
mempersiapkan dan menjaga ketahanan bangsa melalui kerja sama antar Negara dan
memberikan wacana pendidikan luas
terhadap para pemuda sebagai generasi bangsa agar menjadi pelajar yang
elintis dan profesien dalam memahami elemen – elemen yang berada di pelbagai
penjuru dunia maupun di Indonesia.
Perpetrasi yang digencarkan oleh para insurgenisme yang
radikalis terhadap pemahamannya. Membuat TNI pun turut turun tangan dalam mempertahankan NKRI. Jika dilihat
dari segi emploemen –emploemen yang pada akhirnya menimbulkan disuasi bagi
nusantara. Hal ini dapat dilihat melalui realita yang menyebar di pelbagai
Negara-negara besar.
Mirisnya, mereka justru bersembunyi di balik topeng islam.
Hal tersebut menimbulkan tanda-tanda disuni hingga menjadi sebuah disvergensi
di Negara tersebut. Pelbagai problematika dan disagremen di perbincangkan,
rekreminasipun dilontarkan pada lawan, hingga disafeksi timbul dan akhirnya
memberikan sebuah konklusi berupa detrimen, regresi dan dereliksi atas bangsa
tersebut.
Kendati demikian, pada dasarnya, desiderasi yang ditetapkan
oleh para insurgen di otak-otak mereka sungguh dangkal dan rekalsitran.
Enunsiasi ini hanya melihat rutinitas kecil yang Nampak dikalangan bangsa
Indonesia.
Padahal pada
hakikatnya, mereka mereka tidak tau menau bahwa Indonesia pada dasarnya
memiliki kekuatan, kekuasaan dan ketahanan Negara yang tidak diketahui oleh
golongan mereka , apalagi melihat janji dan konklusi yang diberikan
Negara-negara dunia paa Indonesia yang tak mungkin untuk mudah dihancurkan
dengan strategi murahan mereka. Melihat pada relasi yang terus terjalin antara
Indonesia terhadap Negara-negara lain secara empiris, tentu hal ini sangat
relevan.
Pasalnya, ketahanan dan kekuatan militer serta kecerdasan
bangsa dalam merangkai stratergi tentu mampu mentolak mundurkan para distruktor
dengan cepat dan sigap, ditambah lagi dengan persenjataan dan tentara-tentara
yang siap menjadi utusan Negara yang menjalin relasi yang baik agar mampu
mendiskoperkan penghargaan yang gemilang serta progresif dalam menggapai tujuan.
Lantas, mengapa Indonesia dikata sangat lelet
dalam melencarkan serangan kepada kaum radikal ?.
pada hakikatnya,
bangsa Indonesia bertumpu atau lebih mengacu pada titik temu atau hal yang
bersifat fundamentalis dari segala detrimen yang bermunculan di tanah air.Akan
tetapi tidak melepas para insurgen dan masalah-masalah kecil secara mutlaq.
Dengan cara ini,
tentunya para distruktor yang awalnya bahagia bukan kepalang , kini kian
kebingungan. Pasalnya, reliansi yang menjadi tumpuan atau pustulat mereka dalam
menjalankan aksi telah gagal karena ditolak mundur oleh gencaran yang dilakukan
oleh para progreris bangsa ini.
s Oleh karenanya, Indonesia yang dikata lemah dalam
persediaan senjata ataupun kesiapan yang belum sempurna, tentu adalah isu
belaka yang dating dari stipulator, untuk mengahncurkan moral pelajar Indonesia
untuk cinta terhadap bangsa dan Negara.
Penulis adalah Pemimpin
Redaksi Majalah Kharisma Edisi 29-30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar