Entri yang Diunggulkan

Meneruskan Aspirasi Historis

Mencapai cita-cita luhur yang hakiki merupakan sebuah keniscayaan untuk bersahabat dengan penderitan dan pengorbanan. Tentu dalam instrumen ...

Rabu, 19 Desember 2018

Terorisme : Jihad atau Jahat

Dewasa ini, kita telah digegerkan dengan merebaknya paham paham radikalis yang sedikit ke sedikit membawa bangsa ini mengalami kemerosotan secara terus menerus. Memang tak bisa dipungkiri, paham radikal ini telah mampu eksis menyusupi tempat tempat yang cukup strategis, semisal kampus-kampus sampai ke pemerintahan.
Tak bisa dielakkan pula, eksistensi munculnya ketegangan ektrimisme para radikalis nyatanya tidak melulu dari pelajar atau tokoh tokoh elintis. Paham radikal ini juga telah menyusupi kalangan orang awam untuk bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh kelompok tertentu. Alhasil, aksi terorisme pun akan sulit diredam mengingat bahwa penyebar dari aksi teroris di nusantara adalah orang pribumi sendiri.
Kendati demikian, pemerintah telah membentuk Badan Nasioanal Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang bertugas untuk memberantas adanya aksi terorisme di Nusantara. Tahun 2018, telah kita ketahui bersama tentang kembalinya organisasi HTI dan JAD yang membuat resah masyarakat sosial.
Contoh kasus organisasi yang melanggar UUD tersebut harus diwaspadai secara inten. Pasalnya, organisasi tersebut tentu akan bertentangan dengan falsafah negara yang menjadi ideologi Negara saat ini. Jika hal ini tidak ditanggulangi secara inten, tentu Indonesia yang demokratis pun lambat laun akan terkikis keberadaanya.  Memang aksi radikal telah menjadi bayang bayang yang mengerikan di dinamika dikalangan pemuda elintis. Pasalnya, pemuda khususnya mahasiswa merupakan penerus bangsa yang memiliki paradigma serta pola pikir yang tergolong bebas.
Adanya terrorisme ini, tentu tak luput dari adanya paham paham radikal yang menjadi akar problematika bangsa, dimana aksi terorisme di kampus ini terjadi lantaran kurangnya pengawasan secara inten oleh para ahli dan guru dalam menjaga anak didiknya ketika melakukan sebuah pergerakan yang sistematik. Bahkan, terpisah dari itu semua, dosen atau tenaga pengajar di Kampus juga membawa paham radikalis yang disusupi ke anak didiknya sehingga membuat pradigma pelajar awam cenderung berubah bengis dan menjadi salah kaprah.
Namun jika melihat terhadap fakta yang ada, hal itujarang adanya, mengingat bahwa tenaga pengajar merupakan orang  telah memiliki keyakinan yang mantap dan pemahaman yang begitu kuat, sehingga paham radikal akan lumayan susah untuk mengubah dogma akal terhadap tenaga pengajar tersebut.
Paham radikalisme ini terjadi sebab wawasan yang didapat oleh para pelajar itu kurang kritis (dangkal) -dirinya hanya berpaku pada satu konteks dan satu teori, sehingga  yang terjadi adalah ia merasa orang yang paling benar dalam mendalami sebuah doktrinan dan menganggap semuanya adalah fiktif belaka yang harus segera dimusnahklan. Bahkan tak jarang, para penganut selain ajaran yang ia bawa ia klaim sesat, neraka, bahkan kafir.
Apabila hal itu telah merebak ke seluruh tempat di Indonesia, maka jelas yang akan terjadi adalah kurangnya rasa saling menghargai, cinta mencintai dan  saling menghormati antar umat. Bahkan lebih parah lagi, akan banyak ditemui aksi kriminalitas, intimidasi dan teror yang mengancam dinamika masyarakat secara umum.
Dimana mereka berpikir bahwa mereka telah melakukan jihad yang mengatasnamakan agama sebagai benteng syar'i  adanya penolakan dari agama atau pun golongan lainnya. Padahal, jelas bawa seluruh agama di dunia ini pasti bertujuan untuk berdamai dengan golongan atau agama lainnya,.
Maka dalam hal itu, perlu adanya sebuah  regulasi dan inovasi yang efisien untuk memberikan penyadaran secara bertahap terhadap orang yang telah terjangkit dengan paham paham radikalis, pemerintah harus secara tegas memberikan sangsi terhadap para teroris agar bangsa ini tetap teguh pada ideologi bangsa  dan tetap respect antar umat beragama.
Sedangkan untuk kaum pelajar, maka urgensi pendidikan multikultural merupakan wacana efektif dalam menanggulangi adanya paham radikalisme di Indonesia, mereka perlu disinyalir dan dididik untuk bisa saling menghargai dan saling menghormati meskipun berbeda agama, ras dan budaya.

Penulis merupakan pemimpin redaksi Majalah Kharisma Edisi 29-30

2 komentar:

  1. tak bisa di pungkiri bahwa terorisme sering kali berada dibalik jubah ikhwah islamiyah di indonesia

    BalasHapus