Entri yang Diunggulkan

Meneruskan Aspirasi Historis

Mencapai cita-cita luhur yang hakiki merupakan sebuah keniscayaan untuk bersahabat dengan penderitan dan pengorbanan. Tentu dalam instrumen ...

Rabu, 19 Desember 2018

Menyoal Ruang Gerak Jurnalis di Sekolah

Sekolah merupakan sarana utama untuk memberikan pendidikan yang bermutu bagi  putra-putri bangsa, hal itu bertujuan agar generasi mampu bersaing di kancah global dengan negara-negara lainnya, baik dari segi tatanan ekonomi, politik maupun sosial budaya yang seharusnya memang perlu dikembangkan dan dilestarikan dengan cara yang khusus.
Sebagai negara berkembang, indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki metode pendidikan dengan formulasi yang sangat detail, hal ini dapat dilihat dari sistem pendidikan indonesia yang telah mampu melahirkan generasi bangsa yang memiliki daya pikir yang relatif kuat dan cara berpikir yang mampu melahirkan sebuah terobosan cemerlang untuk menyelesaikan problematika bangsa.
 Tak hanya mampu membuat rumusan dalam meluluhkan permasalahan, indonesia juga mendidik anak bangsa dengan pelbagai pelajaran yang memang dikhususkan, semisal matematika, IPA, IPS Dsb. hal itu dikarenakan agar persaingan profesi kerja dalam negeri pun terus terjadi untuk menuju indonesia emas di tahun-tahun mendatang.
Suguhan lainnya dalam ranah pelajaran adalah adanya sebuah pelajaran yang dapat diterima melalui  kejadian  yang empiris. Artinya, pelajaran tersebut didapat bukan melalui prosedur mekanisme kerja seorang siswa dalam mengasah kemampuannya. Melainkan, siswa tersebut memperoleh pengetahuan itu melalui cara yang ia sukai, sehingga, metode ini pun mampu menjadi salah satu metode efektif bagi paradigma siswa itu agar mampu menjadi pemuda elintis.
Namun sayangnya, pelajaran ini nampaknya menjadi pengganggu pada mata pelajaranyang cenderung tuntutan, pasalnya, pelajaran semisal kepemimpinan dan pendidikan karakter pun memiliki kecenderungan negatif bagi kelangsungan proses belajar mengajar di sekolah tersebut.
terkadang, siswa yang senang menggeluti organisasi kewalahan dalam mengurus kinerjanya, disamping ia harus mengikuti mata pelajaran selama sembilan jam, ia pun memiliki sebuah amanah yang harus ia laksanakan secepatnya, alhasil, korelasi antara keduanya pun menghasilkan hasil yang kurang optimal dalam menyerap ilmu yang didapati siswa itu.
Ini pun sama halnya dengan para jurnalis di sekolah yang memiliki kesibukan pada jam sekolah, yakni,  ketidak adaannya waktu senggang dalam melaksanakan pekerjaan itu. Jika kita analisa bersama, lembaga pers yang berada di bawah naungan Madarsah memiliki keterbatasan dalam menjalankan tugas, saat pembelajaran KBM aktif, seluruh siswa dituntut untuk memasuki kelas masing-masing dan mengikuti pelajaran sebgaimana mestinya,
Sedangkan pada malam hari, para jurnalis kurang diperbolehkan dalam menjalankan tugasnya sehingga, para jurnalis pun rela mencuri waktu meski hanya beberapa menit untuk menyelesaikan tugas. Jika kita mengambil kesimpulan atas contoh tadi, maka timbul sebuah pertanyaan yang menggelikan.  lantas, dimana ruang gerak kebebasan para jurnalis dalam menyelesaikan tugasnya secara optimal ?.
Hal ini pun nampaknya masih menjadi sebuah bayang-bayang yang masih belum jelas kepastiannya. melihat bahwa realita lembaga pers masih dianggap sebelah mata oleh oknum terkait, sehingga pembelajaran tuntutan kian ditekankan dalam menggali potensi siswa daripada pelajaran yang bersifat penalaran dan aksi nyata yang mestinya mereka sukai.
Padahal jika kita kategorikan, seorang siswa yang menjadi seorang jurnalis di sekolah itu dan siswa yang hanya aktif di pembelajaran dikelas adalah dalam kategori sama-sama belajar, mereka pun sama-sama berkembang dalam bidangnya masing-masing,
Jika masing-masing dari mereka diberi ruang gerak yang seimbang dan adil, hal ini tentunya akan berdampak pada eksistensi sekolah bahwa disekolah tidak hanya melahirkan seorang yang ahli dalam teori, namun juga ahli dalam bidang kepemimpinan, berorganisasi dan bahkan mampu melahirkan seorang jurnalis yang cakap.
Dewasa ini, pelbagai sekolah pun sudah mulai menggunakan sistem yang berbeda, yakni sistem yang biasa kita kenal dengan fullday school, tentunya hal ini menjadi salah satu faktor pemicu utama  yang juga berdampak pada ruang gerak jurnalis yang sempit untuk mematangkan pembelajaran para jurnalis baik secara otodidak maupun dengan bimbingan.
Hal ini pun juga memiliki korelasi dengan adanya program lembaga pers yang berupa koran, tentu adanya koran itu harus adanya kebijakan tentang waktu khusus dalam penerbitannya yakni dua kali dalam satu minggu, baik dari segi peliputan, wawancara maupun segi lay out koran tersebut.
Tak hanya akan memberi efek positif bagi sekolah, hal ini pun juga akan berdampak pada instansi yang kelak menerima siswa lulusan sekolah itu. tentunya instansi tersebut tidak akan merasa dirugikan dengan terekrutnya anggota baru yang telah memiliki nilai plus dalam bidang di instansi tersebut.

Oleh karenanya, perlu adanya sumbangsih lebih mengenai waktu para jurnalis agar mampu menyelesaikan tugas secara optimal, dengan adanya hasil yang optimal itu, tentunya akan memberi kontribusi nyata bahwa madrasah pun memiliki siswa yang ahli dalam bidang jurnalistik, baik peliputan, berita, lay  out dsb.                          
Penulis merupakan Pemimpin Redaksi Majalah Kharisma
MA Nurul Jadid masa Bhakti 2018-2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar