Dalam kehidupan yang fana ini, terdapat
beberapa aspek kehidupan yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia,
diantaranya adalah aspek sosial, ekonomi, politik dll. Seluruh aspek tersebut, tentu
menjadikan ketergantungan tersendiri bagi seluruh manusia. Hal tersebut dikarenakan
manusia secara universal tidak mampu untuk hidup secara individualis.
Kendati demikian, meskipun manusia telah
terbiasa hidup secara sosial. Namun, sebagian dari mereka masih saja terdapat
orang-orang yang masih menjalani realita dinamika kehidupan ini dengan penuh
disafeksi. Bahkan, tidak sedikit orang-orang di dunia ini malah memilih untuk
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri sebagai sarana yang Sefisien baginya.
Dalam konteks ini. Orang-orang yang penuh
penderitaan berfikiran bahwa dirinya memang merasa penuh dengan derita dari
empirik yang pernah orang tersebut alami. Lambat laun, akhirnya hal tersebut
berdampak pada psikis seseorang menjadi tertekan. Sehingga, membuat pola pikir
dan gaya hidup orang tersebut selalu cenderung berfikir negatif. Akibatnya,
mereka memilih untuk melakukan hal-hal
yang diluar nalar humanitarian. Rata-rata orang yang melakukan emploimen
tersebut adalah orang yang berputus asa dan tidak mau menerima realita
kehidupannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya aksi bunuh diri di
berbagai lingkup dinamika sosial, misalnya di rumah sakit atau di penjara yang
mayoritas didalamnya terdapat orang-orang yang fobi dan maras akan masa
depannya.
Sebenarnya orang-orang yang berlaku demikian
kebanyakan adalah orang yang tidak mau tanggap terhadap keadaan sekitar dan
berefloresen dengan tepat. Mereka tidak percaya bahwa mereka mampu bangkit dari
keterpurukan sehingga membuat mereka selalu berfikir negatif terhadap dirinya
sendiri. Sejatinya, orang-orang yang berfikir demikian sangat membutuhkan
dukungan besar, baik dari aspek sosial maupun dari diri sendiri. Dengan selalu
memberikan dukungan, orang tersebut akan mengubah derogasinya menjadi sebuah
pemikiran yang teredukatif dan inovatif yang cenderung akan berfikir positif,
sehingga membuat orang tersebut menjadi antusias dan mampu mengubah
kehidupannya sedikit demi sedikit menjadi lebih efektif dan efisien dalam
menanggapi berbagai hal dikemudian hari.
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya
beberapa percobaan di salah satu universitas ternama, Hardvard. Mereka
mengatakan bahwa dengan semangat dan etos yang tinggi jauh lebih utama untuk
membuat orang yang menderita menjadi sembuh daripada menggunakan alat-alat yang
masih memiliki efek samping. Hal tersebut dikarenakan energi-energi otak yang
sebelumnya berfikir negatif berubah menjadi positif sehingga membuat kinerja
otak menjadi lebih stabil dan dapat memulihkan keseimbangan tubuh sehingga
tubuh menjadi lebih fit.
Artinya, orang yang bersemangat dalam
menghadapi realita kehidupan akan tidak mudah putus asa dalam menjalani
hidupnya meskipun berbagai halang rintang menghalangi jalan hidupnya. Sehingga orang
tersebut akan memiliki masa depan yang bermutu dan efisien. Dalam menjalani kehidupan
pula, orang tersebut akan berpikir secara konsisten dan terkadang mengambil hal yang fundamental
dari empirik yang telah dilalui dan mengkonklusnya sebagai kehati-hatian agar
mendiskoper kehidupan yang frofit di kemudian hari.
memang pada dasarnya semua kembali terhadap pola pikirnya masing masing :D
BalasHapus