Entri yang Diunggulkan

Meneruskan Aspirasi Historis

Mencapai cita-cita luhur yang hakiki merupakan sebuah keniscayaan untuk bersahabat dengan penderitan dan pengorbanan. Tentu dalam instrumen ...

Senin, 04 Februari 2019

Melirik Relevansi Demokrasi Saat Ini

Bangsa indonesia merupakan salah satu negara yang menggunakan sistem pemerintahan demokrasi. Namun pada dasarnya, demokrasi yang dianut oleh bangsa indonesia sendiri telah ter-implementasi dengan nilai nilai pancasila. Sehingga ideologi bangsa kita telah tertumpu pada demokrasi pancasila.
Pancasila pada dasarnya  telah dirumuskan secara konkret oleh para founding father kita. Melihat pada tatanannya, sistem pemerintahan demokrasi di Indonesia dengan berbasis asas pancasila sangatlah relevan dengan realita yang ada pada masyarakat indonesia saat ini.
Mengapa tidak?, konsep yang  dideklerasikan pasca kemerdekaan ini mampu mewadahi pluralitas yang terjadi di antara masyarakat, baik sangketa hak kewajiban bernegara maupun rasa kekeluargaan yang acap kali saling bertentangan.
Telah sampai pula bangsa kita untuk terus konsisten berfikir kritis dan sadar untuk memajukan bangsa menjadi lebih progresif, baik melalui pembangunan nasional ataupun kontribusi melalui pernyataan pernyataan ilmiah yang mampu menggugah dunia dan memberikan sumbangsih terhadap kemajuan bangsa sendiri.
Mengingat dengan hal demikian, sudah menjadi PR bagi kita bersama agar terus melakukan inovasi inovasi cemerlang agar para penguasa baik itu pemerintah maupun aparat mampu turun tangan secara langsung dihadapan rakyatnya sembari melihat keadaan rakyat yang kian terpuruk kemelaratan di dunia revolusi industri 4.0 ini.
Kendati demikian. sistem demokrasi yang semestinya dijalankan dengan segala amanah dan tanpa pamrih tampaknya tidak sepenuhnya berjalan maksimal. Bangsa indonesia seolah olah kian melarat dibawah naungan demokrasi indonesia. Bukan karena sistem, pada hakikatnya, hal ini merupakan kesalahan rekrutmen sendiri dalam hal perebutan kekuasaan terpimpin kaum elit.
Mereka (elit politik) terkadang tergiur dengan kemegahan materi yang bersifat duniawi, meski pada awalnya, mereka mendeklarasikan adanya sebuah keutuhan dan integritas untuk mewujudkan indonesia emas. Namun setelah mereka mampu eksis dalam pilar kekuasaan, mereka malah bertindak hedonis dan menyimpang dari segala janji yang mereka gembor-gemborkan dijalanan.
Retorika yang mereka gunakan seolah-olah mampu menyihir dan memperagakan metode berfikir yang acap kali membuat masyarakat percaya dengan paradigma yang diusung. Padahal,  tak semua yang menjadi rencana elit politik mampi terealisasikan dengan maksimal dan mampu memuaskan rakyat. Mengingat bahwa rakyat memiliki hak bersuara yang mampu menurunkan derajat pemimpin dalam sistem demokrasi.
Sehingga,  kemelaratan dan keresahan pun menjadi penyakit akut masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Tak hanya itu, kebebasan dalam menyampaikan pendapat pun di"bungkam" karena penguasaan yang tak lagi berpihak terhadap hak suara rakyat dan cita cita yang diharapkan oleh pahlawan pahlawan bangsa.
Pada dasarnyaa, hal ini bukanlah murni ketidaktetapan sistem pemerintahan di Indonesia. Melainkan, kejadian memilukan ini telah terjadi akibat kader kader partai yang memiliki rasa amanah yang kurang teguh, sehingga dalam penyampainnya, seringkali hanya terbaca dalam mulut dan eksistensi belaka. Padahal dalam padanan sistem demokrasi pun, sudah sepatutnya kita menyiapkan kader yang benar benar mau mengayomi rakyat agar kesejahteraan dapat terjalin diantara kelompok elit dengan rakyat seperti yang diharapkan.
Jadi, konsep pemerintahan berbasis demokrasi yang dipadukan dengan pancasila adalah konsep yang tetap relavan diterapkan secara permanen di Indonesia. Hal yang perlu ditanggulangi bersama adalah adanya ketidaknyamanan dalam orang yang menggerakkan sistem demokrasi tersebut.
Bukan pada sistem yang telah dianut bangsa kita saat ini. Oleh karenanya, pengkaderan dalam memilih pemimpin harus dikawal sejak dini dan dipantau aktif. Hal itu dimaksudkan agar apa yang dicita citakan oleh kita bersama dapat terealisasikan dengan baik dan bhineka tunggal ika merupakan wujud citra terjadinya demokrasi tanpa permusuhan yang hakiki.

*Penulis merupakan siswa aktif MA Nurul Jadid Program Keagamaan

Minggu, 13 Januari 2019

Cemburu, Logiskah?

Cemburu, satu kata dengan pelbagai penafsiran yang berbeda. Telah banyak ilmuwan tokoh tokoh bahkan dari kalangan bawah sekalipun yang mendeinisikan kata cemburu. Memang pada hakikatnya, cemburu bukanlah suatu hal yang mampu memberikan keterangan penuh terhadap antar sesama individu.
Dimana pada tiap individu mampu memberikan definisi cemburu terbaik bagi dirinya sendiri, tak terkecuali mungkin mampu menginspirasi orang orang sekitar. kata cemburu seringkali dikaitkan dengan sakit hati yang menggebu, atau rasa rindu.
Dengan demikian, dalam tulisan ini sekalipun, penulis saat ini sedang berada dalam zona rindu yang terbalut dengan rasa cemburu. Penulis sadar bahwa dalam kata cemburu sendiri mengandung pelbagai macam arti yang terkadang mampu membuat rasa nyaman, sungkan maupun rasa sakit yang tersimpan.
Namun, dalam kecemburuan kita sebagai makhluk yang percaya akan adanya agama. kita dituntun untuk mengarahkan rasa cemburu dengan cara dan metode yang benar dan relevan. Jika hal itu tidak dilakukan, otomatis kita akan terus terhanyut dalam kecemburuan sesama makhluk. Tak hanya itu, ketika kata cemburu merambat ke telinga seseorang, jelas bahwa hal demikian sangat identik dengan kata cinta.
Cemburu dan cinta seolah olah sudah menjadi kakak adik yang menjadi penghias dalam bahtera rumah tangga. tentu sebagian orang pun pernah termakan rasa cemburu, karena pada dasarnya, cemburu mampu membawa diri seseorang terjerumus dalam hal kebaikan maupun kejelekan. semisal, seorang tersebut akan bunuh diri sebab rasa cemburu yang ia simpan terhadap sesama makhluk lainnya, atau tentang seorang yang menyerahkan kecemburuannya terhadap tuhan yang maha esa dan percaya atas segala kehendaknya.
Bukan main. faktanya, hal itu seringkali terjadi di belahan dunia manapun. dimana angka kematian yang berkaitan dengan cemburu acapkali menjadi perbincangan hangat publik kala itu. Hal ini pula menjadi sebuah problematika bagi kita bersama agar mampu mengendalikan rasa cemburu pada cara yang benar.
Pada konteks ini, mungkin kita semua bertanya tanya, bagaimana kah cemburu yang benar itu?. sebagian orang mengatakan bahwa hal itu dapat diarahkan terhadap suatu hal yang positif, dimana pada setiap dinamika yang orang tersebt jalani haruslah berpedoman pada hal hal yang positif yang tidak merugikan orang lain dan juga diri sendiri.
Rasulullah S.A.W pernah bersabda "Hai umat Muhammad, tidak seorang pun yang lebih pencemburu selain Allah bila melihat hamba-Nya atau umat-Nya berzina. Hai umat Muhammad, kalaulah kalian mengetahui apa yang aku ketahui, maka pastilah kalian sedikit tertawa dan banyak menangis.” (H.R. al-Bukhari).
Dalam konteks ini, kita sebagai umat islam (umat yang berpedoman pada al-qur'an dan hadist) tentu alangkah lebih baiknya jika kita meminta atau mengutarakan perasaan pada allah semata. terutama apabila kita mencintai terhadap sesama makhluk. Akan tetapi kita cemburu lantaran suatu hal yang terjadi pada diri kita ataupun pada seorang kekasih yang kita cintai.
Alangkah lebih bijaknya bagi kita untuk berpasrah diri terhadap tuhan sang pencipta jagad raya. Terutama dengan sering mengadu dan mencurahkan segala perasaan. Karena pada hakikatnya Allah akan memberikan jalan yang terbaik bagi para hambanya. Tak hanya itu, kita pun diupayakan untuk terus berusaha dan berusaha terhadap segala hal yang menimpa terhadap diri kita.

Dan tentunya dengan selalu istiqomah dan selalu berusaha menjadi yang terbaik. Dengan demikian, rasa cemburu yang seringkali orientasinya mengarah pada hal hal negaif, sedikit demi sedikit akan menjadi lebih tertata rapi dan malah mengantarkan kita menjadi lebih baik dalam melakukan segala hal. Percayalah !, rasa cemburu bukan suatu halangan bagi seseorang untuk menjadi insan yang lemah, justru sebaliknya, rasa cemburu bisa dijadikan kekuatan meski tak logis untuk dibayangkan, wassalam!